Sedekah Bumi, Pesta Sambut
Masyarakat
Oleh: Kholifatus Saadah
(UNISNU) Jepara
Ritual tahunan yang bernama sedekah bumi/laut ataupun ruwatan masih kental hidup di lingkungan mayarakat pedalaman dan masyarakat pesisir.
Sedekah bumi/laut dinyatakan sebagai tanda syukur atas hasil dari bumi (pertanian dan perikanan) yang telah dimanfaatkan bagi umat manusia. Sedekah bumi adalah warisan budaya nenek moyang dan dengan alasan melestarikan budaya nenek moyang, maka ritual tahunan sedekah bumi tidak pernah lenyap oleh keramaian jaman.
Upacara sedekah bumi/laut dipimpin oleh tokoh setempat
yang mengetahui betul seluk beluk ritual tersebut, kemudian Pada malam harinya dilanjutkan
dengan pesta rakyat yang sangat meriah dengan menggelar berbagai acara mulai
dari pengajian, pentas musik dangdut atau pagelaran wayang kulit semalam suntuk
dengan mengundang dalang-dalang kondang di Jawa.
Seperti yang dilakukan oleh daerah-daerah lain,
dijepara juga terdapat ritual sedekah bumi yang sangat meriah, tepatnya di desa Glisem kecamatan Donorojo jepara. Hal
ini dikatakan meriah karena dalam upacara tersebut masyarakat beramai-ramai membuat
sesajian untuk dipersembahkan pada sang leluhur, kemudian setelah itu penduduk
setempat dimanjakan dengan hiburan ketoprak (wayang orang) lakon Rahwana selama
satu hari satu malam, sehingga masyarakat setempat benar-benar terhibur dengan
adanya ritual sedekah bumi tersebut. Pengadaan hiburan ketoprak ini sangatlah
penting, hal tersebut dituturkan oleh Giono (45) sebagai sesepuh desa Glisem, bahwa
pesta ini dilakukan sebagai salah satu syarat yang wajib diadakan dengan tujuan
agar terhindar dari malapetaka, karena apabila tidak maka salah satu penduduk
akan ada yang meninggal secara mendadak dan diyakini roh orang tersebut dibawa
oleh sang leluhur untuk dijadikan tumbal. Inilah yang dipercayai oleh masyarakat
Glisem secara turun-temurun.