Rabu, 04 Desember 2013

SOSIOLOGI


KEKUASAAN, WEWENANG DAN KEPEMIMPINAN
A.    Pengertian
1.      Kekuasaan
Definisi kekuasaan, manurut para ahli sosiologi, yaitu :
1.   Max weber, kekuasaan adalah kemungkinan seorang pelaku mewujudkan keinginannya di dalam suatu hubungan social yang ada termasuk dengan kekuatan atau tanpa mengiraukan landasan yang menjadi pijakan kemungkinan itu.

2.      Selo soemardjan dan soelainan soemardi, menjelaskan bahwa adanya kekuasaan tergantung dari yang berkuasa dan yang dikuasai.
3.      Ralf dahrendorf, kekuasaan adalah milik kelompok, milik individu dari pada milik struktur social.
4.      Soerjono soekanto, kekuasaan diartikan sebagai suatu kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut[1].
Dari berbagai definisi diatas dapat kita simpulkan bahwa kekuasaan adalah     kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak ang ada pada pemegang kekuasaan tersebut[2]. Kekuasaan terdapat disemua bidang kehidupan dan dijalankan. Kekuasaan mencakup kemampuan untuk memerintah dan juga untuk memberi keputusan-keputusan yang secara langsung maupun tidak mempengaruhi tindakan-tindakan lainnya.
1.1  Sumber-sumber kekuasaan
Sumber-sumber kekuasaan yang dimiliki para penguasa atau pemimpin, dalam masyarakat informal maupun formal adalah :
1.      Seseorang yang mempunyai harta benda (kekayaan) yang lebih banyak, sehingga mempunyai keleluasan untuk bergerak dan mempengaruhi pihak lain.
2.      Dengan status tertentu, seseorang dapat memberikan pengaruhnya atau memaksa pihak lain supaya melakukan sesuatu sesuai kehendaknya.
3.      Wewenang legal atas dasar peraturan-peraturan formal (hukum) yang dimiliki seseorang, dapat memberikan kekuasaan pada seseorang untuk mempengaruhi pihak lain sesuai dengan hak dan kewajibannya sesuai dengan ketetapan dalam peraturan.
4.      Kekuasaan dalam pula tumbuh dari adanya kepercayaan khalayak, seperti tradisi, kesucian, dan adat istiadat.
5.      Kekuasaan yang tumbuh dari khrisma atau wibawa seseorang.
6.      Kekuasaan yang didasarkan pada pedelegasian wewenang.
7.      Kekuasaan yang tumbuh dari pendidikan, keahlian, serta kemampuan.
1.3.Unsur-unsur Kekuasaan
1. Rasa takut
Perasaan takut pada seseorang (contohnya penguasa) menimbulkan suatu kepatuhan terhadap segala kemauan dan tindakan orang yang ditakuti tadi. Rasa takut merupakan perasaan negative, karena seseorang tunduk kepada orang lain dalam keadaan terpaksa.
Rasa takut juga menyebabkan orang yang bersangkutan meniru tindakan-tindakan orang yang ditakutinya.  Gejala ini dinamakan matched dependent behavior. Rasa takut biasanya berlaku dalam masyarakat yang mempunyai pemerintahan otoriter.
2.    Rasa cinta
Rasa cinta menghasilkan perbuatan-perbuatan yang pada umumnya positif. orang-orang lain bertindak Sesuai dengan pihak yang berkuasa, untuk menyenangkan semua pihak. Rasa cinta yang efisien dimulai dari pihak penguasa sehingga sistem kekuasaan akan dapat berjalan dengan baik dan teratur.
3.    Kepercayaan
Kepercayaan dapat timbul sebagai hasil hubungan langsung antara dua orang yang lebih atau bersifat asosiatif. Dari kepercayaan yang bersifat pribadi akan berkembang dalam suatu organisasi atau masyarakat secara luas. sehingga Kepercayaan merupakan hal yang penting dalam suatu kekuasaan. Jika seorang pemimpin menaruh kepercayaan pada bawahanya, maka wajib bagi anak buahnya untuk patuh dan mempunyai sifat terpecaya.  Begitupun bagi pemimpinnya. Jika semua orang dari mulai pemimpin, bawahannya, bahkan masyarakat luas mempunyai sifat kepercayaan maka system kekuasaan bahkan pemerintahan akan berjalan dengan baik.
4. Pemujaan
Dalam system pemujaan, seseorang atau sekelompok orang yang memegang kekuasaan mempunyai dasar pemujaan dari orang lain. Akibatnya segala tindakan penguasa dibenarkan atau setidak-tidaknya diangggap benar.
1.4.  cara-cara mempertahankan kekuasaan
Cara-cara mempertahankan kekuasaan yaitu :
1.      Menghilangkan segenapa peraturan-peraturan lama, terutama dalam bidang politik, yang merugikan penguasa. Mengganti dengan peraturan baru yang menguntungkan penguasa.
2.        Mengadakan sistem-sistem kepercayaan (belief-system) yang akan memperkokoh kedudukan penguasa atau golongannya.
3.      Melaksanakan administrasi dan birokrasi yang baik.
4.       Mengadakan konsolidasi horizontal dan vertical.
1.5.  Bentuk-bentuk Lapisan Kekuasaan
Adapun bentuk-bentuk lapisan kekuasaan ang ada pada masyarakat tertentu selalu berbeda. Gejala demikian menimbulkan adanya lapisan kekuasaan atau disebut juga dengan piramida kekuasaan. Menurut MacIver, ada tiga pola umum sistem lapisan kekuasaan[3], yaitu:
1.    Tipe Kasta
Tipe kata adalah system lapisan kekuasaan dengan garis pemisah yang tegas dan kaku. Tipe semacam ini biasanya dijumpai pada masyarakat berkasta. Garis pemisah antara masing-masing lapisan hampir tak mungkin ditembus.
2.    Tipe Oligarkis
Tipe oligarkis adalah tipe yang dasar pembedaan kelas-kelas sosial ditentukan oleh kebudayaan masyarakat, terutama pada kesempatan yang diberikan kepada para warga untuk memperoleh kekuasaan-kekuasaan tertentu. Kedudukan para warga pada tipe oligarkis masih didasarkan pada kelahiran ascribed status tetapi individu masih diberi kesempatan untuk naik lapisan.
3.    Tipe Demokratis
Tipe demokratis menunjukan kenyataan akan adanya garis pemisah antara lapisan yang yang sifatnya mobile. Kelahiran tidak menentukan  seseorang, yang terpenting adalah kemampuan dan kadang-kadang juga factor keberuntung.
2.         Wewenang
  Definisi wewenang, menurut para ahli sosiologi, yaitu :
1.      George R.Terry, menjelaskan bahwa wewenang merupaka hak jabatan yang sah untuk memerintahkan orang lain bertindak dan untuk memaksa pelaksanaannya. Dengan wewenang, seseorang dapat mempengaruhi aktifitas atau tingkah laku perorangan dan grup.
2.       Mac Iver R.M, wewenang merupakan suatu hak yang didasarkan pada suatu pengaturan social, yang berfungsi untuk menetapkan kebijakan, keputusan, dan permasalahan penting dalam masyarakat.
3.      Soerjono Soekanto, bila orang-orang membicarakan tentang wewenang, maka yang dimaksud adalah hak yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang.
4.      Max weber, wewenang adalah sebagai kekuasaan yang sah[4].
     2.2   Bentuk-bentuk wewenang
v  Wewenang kharismatis, tradisional, dan rasional (legal)
Wewenang karismatik merupakan wewenang yang didasarkan pada kharisma, yaitu suatu kemampuan khusus (wahyu, pulung) yang ada pada diri seseorang. Dasar  wewenang kharismatis bukanlah terletak pada suatu pelaturan (hukum), akan tetapi bersumber padadiri pribadi individu bersangkutan. Wewenang kharismatis tidak diatur oleh kaidah-kaidah, baik yang rasional maupun tradisional. Sifatnya cendrung irasional. Adakalanya charisma dapat hilang, karena masyarakat sendiri yang berubah dan mempunyai paham yang berbeda.
Wewenang tradisional dapat dimiliki oleh seseorang maupun sekelompok orang. Wewenang ini dimiliki oleh orang-orang yang menjadi anggota kelompok. Cirri-ciri utama wewenang tradisional yaitu :
1.      Adanya ketentuan-ketentuan tradisional yang mengikat penguasa yang mempunyai wewenang, serta orang lain yang ada dalam masyarakat.
2.      Adanya wewenang yang lebih tinggi ketimbang kedudukan seseorang yang hadir secara pribadi.
3.      Dapat bertindak secara bebas selama tidak ada pertentangan dengan ketentuan tradisional.
Wewenang rasional atau legal adalah wewenang yang disandarkan pada sistem hukum yang berlaku dalam masyarakat. sistem hukum ini dipahamkan sebagai kaidah yang telah diakui, ditaati masyarakat, dan telah diperkuat oleh Negara.
v  Wewenang resmi dan tidak resmi
Wewenang yang berlaku dalam kelompok-kelompok kecil disebut wewenang tidak resmi karena bersifat spontan, situasional, dan factor saling kenal. Contohnya pada cirri seorang ayah dalam fungsinya sebagai kepala rumah tangga atau pada diri seorang yang sedang mengajar di kelas.
Wewenang resmi sifatnya sistematis, diperhitungkan dan rasional. Biasanya wewenang ini dapat dijumpai pada kelompok-kelompok besar yang memerlukan aturan-aturan tata tertib yang tegas dan bersifat tetap.
v  Wewenang pribadi dan territorial
Wewenang pribadi sangat tergantung pada solidaritas antara anggota-anggota kelompok, dan unsur kebersamaannya sangat berperan penting. Para individu dianggap lebih banyak memiliki kewajiban ketimbang hak. Struktur wewenang bersifat konsentris, yaitu dari satu titik pusat lalu meluas melalui lingkaran-lingkaran wewenang.
Wewenang territorial, yang berperan penting yaitu tempat tinggal. Pada kelompok teroterial unsure kebersamaan cendrung berkurang, karena desakan factor-faktor individualisme. Wewenang pribadi dan territorial sangat berbeda namun dalam kenyataan keduanya berdampingan.  
v  Wewenang terbatas dan menyeluruh
Wewenang terbatas merupakan wewenang yang tidak mencangkup semua sector dalam bidang kehidupan, namun terbatas pada salah satu sector bidang. Contohnya, seorang mentri dalam negri tidak mempunyai wewenang untuk mencampuri urusan yang yang menjadi urusan wewenang mentri luar negri.
Wewenang meenyeluruh berarti suatu wewenang yang tidak dibatasi oleh bidang-bidang kehidupan tertentu. Contohnya, bahwa setiap Negara mempunyai wewenang yang menyeluruh atau mutlak untuk mempertahankan kedaulatan wilayahnya.
3.      Kepemimpinan
 Definisi kepemimpinan, diantaranya :
1.      Kepemimpinan adalah perilaku seseorang individu ketika ia mengarahkan aktivitas sebuah kelompok menuju suatu tujuan bersama.
2.      Kepemimpinan adalah pengawalan dan pemeliharaan suatu struktur dalam harapan dan interaksi.
3.       Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi yang dilaksanakan dan diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah pencapaian tujuan atau tujuan-tujuan tertentu.
3.1     Perkembangan kepemimpinan dan sifat-sifat seorang pemimpin
Kepemimpinan merupakan hasil organisasi social yang telah terbentuk atau sebagai hasil dinamika interaksi social. Sejak mulai terbantuknya suatu kelompok social, seseorang atau beberapa orang diantara yang lainnya melakukan peranan yang sangat aktif, sehingga orang itu dipercaya memimpin kelompok itu. Maka munculah istilah kepemimpinan.
Munculnya seorang pemimpin merupakan hasil dari suatu proses dinamis yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan kelompok . Sifat-sifat yang diisyaratkan bagi seorang pemimpin tidaklah sama pada setiap masyarakat. di kalangan masyarakat Indonesia, sifat-sifat yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin, antara lain dapat ditemukan dalam warisan tradisional Indonesia, misalnya “Asta Brata” yang merupakan kumpulan seloka dalam Ramayana, yang memuat ajaran Sri Rama kepada Brahata, yaitu yaitu adiknya dari lain ibu.
Menurut Asta Brata, pada diri seorang raja terkumpul sifat-sifat dari delapan Dewa yang masing-masing mempunyai kepribadian sendiri. Kedelapan sifat dan kepribadian itulah yang harus dijalankan oleh seorang raja (pemimpin) yang baik. Asta Brata terdiri dari sepuluh seloka, dimana seloka yang pertama dan yang ke dua, berisi :
1.      Bahwa Asta Brata merupakan suatu keseluruhan yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
2.   Asta Brata memberin kepastian bahwa seorang pemimpin yang menjalankannya akan mempunyai kekuasaan dan kewibawaan sehingga akan dapat menggerakan bawahannya. Keadaan demikian dapat menghindari terjadinya krisis kepemimpinan. Krisis kepemimpinan akan terjadi apabila pemimpin tidak berani mengambil keputusan, bertindak, dan tidak jujur.
Menurut Asta Brata, kepemimpinan yang akan berhasil, harus memenuhi syarat-syarat, yaitu :
1.      Indra-brata, yang member kesenangan dalam jasmani.
2.      Yama-brata, yang menunjuk pada keahlian dan kepastian hukum.
3.      Surya-brata, yang menggerakan bawahan dengan mengajak mereka untuk bekerja persuasiaon.
4.      Caci-brata, yang memberi kesenangan rohaniyah.
5.      Bayu-brata, yang menunjukan keteguhan kepemimpinan dan rasa tidak segan-segan yang turut merasakan kesukaran pengikutnya.
6.      Dhana-brata, menjukan pada suatu sikap yang patut dihormati.
7.   Paca-brata, yang menunjukan kelabihan di dalam ilmu pengetahuan, kepandaian, dan ketermpilan.
8.      Agni-brata, yaitu sifat memberikan semangat pada anak buah.
3.2      Kepemimpinan menurut ajaran tradisional
Ajaran-ajaran tradisional seperti di jawa, menggambarkan seorang pemimpin, yaitu sebagai berikut :
1.      Menurut watak dan kecakapannya,  seorang pemimpin dapat dikatakan sebagai pemimpin di depan, di tengah, dan di belakang (front leader, social leader, dan rear leader).
2.      Seorang pamimpin di depan (front leader) harus memiliki idealisme yang kuat, kedudukan, serta harus dapat menjelaskan cita-citanya kepada masyarakat dengan sejelas mungkin sehingga tujuan yang hendak dicapai dapat terlaksan dengan baik.
3.      Pemimpin di tengah, harus selalu mengamati masyarakat, serta dapat merasakan suka-duka yang dialami masyarakat sehingga suatu sistem yang kurang diminati masyarakat dapat dirubah.
4.      Pemimpin di belakang, harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti perkembangan masyarakat. Dia berkewajiban untuk menjaga agar perkembangan masyarakat tidak menyimpang dari norma-norma dan nilai-nilai yang telah berlaku di masyarakat.

3.3  Sandaran-sandaran kepemimpinan dan kepemimpinan yang dianggap efektif
Kepemimpinan seseorang (pemimpin) harus mempunyai sandaran-sandaran kemasyarakatan atau social basis. Pertama-tama kepemimpinan erat hubungannya dengan susunan masyarakat. kekuatan kepemimpinan juga ditentukan oleh suatu lapangan kehidupan masyarakat yang pada suatu saat mendapat perhatian khusus dari masyarakat yang disebut cultural focus. cultural focus dapat berpindah-pindah, misalnya saat ini di lapangan politik, kemudian berpalih pada lapangan politik, dan seterusnya. Maka si pemimpin pun harus mampu mengalihkan titik berat kepemimpinannya pada cultural focus yang baru.
3.4  Tugas seorang pemimpin
Secara sosiologis, tugas-tugas pokok seorang pemimpin adalah :
1.      Memberikan suatu kerangka pokok yang jelas yang dapat dijadikan pegangan bagi pengikut-pengikutnya. Dengan adanya kerangka pokok, maka dapat disusun suatu sekala prioritas mengenai keputusan yang perlu diambil untuk menangani masalah-masalah yang dihadapi.
2.      Mengawasi, mengendalikan, serta menyalurkan perilaku warga masyarakat yang dipimpinnya.
3.      Bertindak sebagai wakil kelompok kepada dunia di luar kelompok yang dipimpin.
3.5  Metode kepemimpinan  
Suatu kepemimpinan (leadership) dapat dilaksanakan dengan berbagai cara (metode). Metode itu dikelompokan menjadi :
v  Metode otoriter, yang cirri-cirinya adalah :
1.      Pemimpin menentukan segala kegiatan kelompok secara sepihak.
2.      Pengikut sama sekali tidak diajak untuk ikut serta merumuskan tujuan kelompok dan cara-cara untuk mencapai tujuan.
3.      Pemimpin terpisah dari kelompok dan seakan-akan tidak ikut dalam proses interaksi di dalam kelompok tersebut.
v  Metode demokratis, yang cirri-cirinya adalah :
1.     Secara musyawarah dan mufakat pemimpin mengajak warga atau kelompok untuk ikut serta merumuskan tujuan-tujuan yang harus dicapai kelompok, serta cara-cara untuk mencapai tujuan.
2.      Pemimpin secara aktif memberikan saran dan petunjuk-petunjuk.
3.      Ada kritik positif, baik dari pemimpin maupun kelompok-kelompok.
4.      Pemimpin secara aktif ikut berpartisipasi dalam kegiatan kelompok.
v  Metode bebas, yang ciri-cirinya :
1.      Pemimpin menjalankan perannya secara pasif.
2.      Penentuan tujuan yang akan dicapai kelompok sepenuhnya diserahkan kepada kelompok.
3.      Pemimpin berada di tengah-tengah kelompok, namun dia hanya berperan sebagai penonton.






[1] Selo Soemardjan dan Soelaeman soemardi. Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi. 1964. Hlm 337
[2] Soerjono Soekanto. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1982. Hlm 230
[3] Ibid, Hlm 239
[4] Abdulsyani, SOSIOLOGI “skematika, teori, dan terapan”. Jakarta: Bumi aksara. 2007.  Hlm 144

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar