KEKUASAAN,
WEWENANG DAN KEPEMIMPINAN
A.
Pengertian
1.
Kekuasaan
Definisi kekuasaan, manurut para ahli sosiologi, yaitu
:
1.
Max weber, kekuasaan adalah kemungkinan seorang pelaku
mewujudkan keinginannya di dalam suatu hubungan social yang ada termasuk dengan
kekuatan atau tanpa mengiraukan landasan yang menjadi pijakan kemungkinan itu.
2.
Selo soemardjan dan soelainan soemardi,
menjelaskan bahwa adanya kekuasaan tergantung dari yang berkuasa dan yang
dikuasai.
3.
Ralf dahrendorf, kekuasaan adalah milik kelompok,
milik individu dari pada milik struktur social.
4.
Soerjono soekanto, kekuasaan diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang
kekuasaan tersebut[1].
Dari berbagai definisi diatas dapat kita simpulkan bahwa kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain
menurut kehendak ang ada pada pemegang kekuasaan tersebut[2].
Kekuasaan terdapat disemua bidang kehidupan dan dijalankan. Kekuasaan mencakup
kemampuan untuk memerintah dan juga untuk memberi keputusan-keputusan yang
secara langsung maupun tidak mempengaruhi tindakan-tindakan lainnya.
1.1 Sumber-sumber
kekuasaan
Sumber-sumber
kekuasaan yang dimiliki para penguasa atau pemimpin, dalam masyarakat informal
maupun formal adalah :
1.
Seseorang yang mempunyai harta benda (kekayaan) yang lebih banyak, sehingga
mempunyai keleluasan untuk bergerak dan mempengaruhi pihak lain.
2.
Dengan status tertentu, seseorang dapat memberikan pengaruhnya atau memaksa
pihak lain supaya melakukan sesuatu sesuai kehendaknya.
3. Wewenang
legal atas dasar peraturan-peraturan formal (hukum) yang dimiliki seseorang,
dapat memberikan kekuasaan pada seseorang untuk mempengaruhi pihak lain sesuai
dengan hak dan kewajibannya sesuai dengan ketetapan dalam peraturan.
4. Kekuasaan
dalam pula tumbuh dari adanya kepercayaan khalayak, seperti tradisi, kesucian,
dan adat istiadat.
5. Kekuasaan
yang tumbuh dari khrisma atau wibawa seseorang.
6. Kekuasaan
yang didasarkan pada pedelegasian wewenang.
7. Kekuasaan
yang tumbuh dari pendidikan, keahlian, serta kemampuan.
1.3.Unsur-unsur Kekuasaan
1. Rasa takut
Perasaan takut pada seseorang (contohnya penguasa)
menimbulkan suatu kepatuhan terhadap segala kemauan dan tindakan orang yang
ditakuti tadi. Rasa takut merupakan perasaan negative, karena seseorang tunduk kepada
orang lain dalam keadaan terpaksa.
Rasa takut juga menyebabkan orang yang bersangkutan
meniru tindakan-tindakan orang yang ditakutinya. Gejala ini dinamakan matched
dependent behavior. Rasa takut biasanya berlaku dalam masyarakat yang
mempunyai pemerintahan otoriter.
2.
Rasa cinta
Rasa cinta
menghasilkan perbuatan-perbuatan yang pada umumnya positif. orang-orang lain
bertindak Sesuai dengan pihak yang berkuasa, untuk menyenangkan semua pihak.
Rasa cinta yang efisien dimulai dari pihak penguasa sehingga sistem kekuasaan
akan dapat berjalan dengan baik dan teratur.
3.
Kepercayaan
Kepercayaan
dapat timbul sebagai hasil hubungan langsung antara dua orang yang lebih atau
bersifat asosiatif. Dari kepercayaan yang bersifat pribadi akan berkembang
dalam suatu organisasi atau masyarakat secara luas. sehingga Kepercayaan
merupakan hal yang penting dalam suatu kekuasaan. Jika seorang pemimpin menaruh
kepercayaan pada bawahanya, maka wajib bagi anak buahnya untuk patuh dan
mempunyai sifat terpecaya. Begitupun bagi pemimpinnya. Jika semua orang
dari mulai pemimpin, bawahannya, bahkan masyarakat luas mempunyai sifat
kepercayaan maka system kekuasaan bahkan pemerintahan akan berjalan dengan
baik.
4. Pemujaan
Dalam system pemujaan, seseorang atau sekelompok orang
yang memegang kekuasaan mempunyai dasar pemujaan dari orang lain. Akibatnya
segala tindakan penguasa dibenarkan atau setidak-tidaknya diangggap benar.
1.4. cara-cara mempertahankan kekuasaan
Cara-cara
mempertahankan kekuasaan yaitu :
1.
Menghilangkan
segenapa peraturan-peraturan lama, terutama dalam bidang politik, yang
merugikan penguasa. Mengganti dengan peraturan baru yang menguntungkan
penguasa.
2.
Mengadakan
sistem-sistem kepercayaan (belief-system) yang akan memperkokoh
kedudukan penguasa atau golongannya.
3.
Melaksanakan
administrasi dan birokrasi yang baik.
4.
Mengadakan konsolidasi horizontal
dan vertical.
1.5. Bentuk-bentuk
Lapisan Kekuasaan
Adapun bentuk-bentuk lapisan kekuasaan ang ada pada masyarakat tertentu
selalu berbeda. Gejala demikian menimbulkan adanya lapisan kekuasaan atau
disebut juga dengan piramida kekuasaan. Menurut MacIver, ada tiga pola umum
sistem lapisan kekuasaan[3],
yaitu:
1. Tipe Kasta
Tipe kata
adalah system lapisan kekuasaan dengan garis pemisah yang tegas dan kaku. Tipe
semacam ini biasanya dijumpai pada masyarakat berkasta. Garis pemisah antara
masing-masing lapisan hampir tak mungkin ditembus.
2. Tipe Oligarkis
Tipe
oligarkis adalah tipe yang dasar pembedaan kelas-kelas sosial ditentukan oleh
kebudayaan masyarakat, terutama pada kesempatan yang diberikan kepada para
warga untuk memperoleh kekuasaan-kekuasaan tertentu. Kedudukan para warga pada
tipe oligarkis masih didasarkan pada kelahiran ascribed status tetapi
individu masih diberi kesempatan untuk naik lapisan.
3. Tipe Demokratis
Tipe
demokratis menunjukan kenyataan akan adanya garis pemisah antara lapisan yang
yang sifatnya mobile. Kelahiran tidak menentukan seseorang, yang
terpenting adalah kemampuan dan kadang-kadang juga factor keberuntung.
2.
Wewenang
Definisi
wewenang, menurut para ahli sosiologi, yaitu :
1.
George
R.Terry, menjelaskan bahwa wewenang merupaka hak jabatan yang
sah untuk memerintahkan orang lain bertindak dan untuk memaksa pelaksanaannya.
Dengan wewenang, seseorang dapat mempengaruhi aktifitas atau tingkah laku
perorangan dan grup.
2.
Mac Iver R.M, wewenang
merupakan suatu hak yang didasarkan pada suatu pengaturan social, yang
berfungsi untuk menetapkan kebijakan, keputusan, dan permasalahan penting dalam
masyarakat.
3.
Soerjono
Soekanto, bila orang-orang membicarakan tentang wewenang, maka
yang dimaksud adalah hak yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang.
2.2 Bentuk-bentuk wewenang
v
Wewenang
kharismatis, tradisional, dan rasional (legal)
Wewenang karismatik merupakan wewenang yang didasarkan
pada kharisma, yaitu suatu kemampuan khusus (wahyu, pulung) yang ada pada diri
seseorang. Dasar wewenang kharismatis bukanlah terletak pada suatu
pelaturan (hukum), akan tetapi bersumber padadiri pribadi individu
bersangkutan. Wewenang kharismatis tidak diatur oleh kaidah-kaidah, baik yang
rasional maupun tradisional. Sifatnya cendrung irasional. Adakalanya charisma
dapat hilang, karena masyarakat sendiri yang berubah dan mempunyai paham yang
berbeda.
Wewenang tradisional dapat dimiliki oleh seseorang
maupun sekelompok orang. Wewenang ini dimiliki oleh orang-orang yang menjadi
anggota kelompok. Cirri-ciri utama wewenang tradisional yaitu :
1. Adanya ketentuan-ketentuan tradisional yang mengikat
penguasa yang mempunyai wewenang, serta orang lain yang ada dalam masyarakat.
2.
Adanya
wewenang yang lebih tinggi ketimbang kedudukan seseorang yang hadir secara
pribadi.
3.
Dapat
bertindak secara bebas selama tidak ada pertentangan dengan ketentuan
tradisional.
Wewenang rasional atau legal adalah wewenang yang
disandarkan pada sistem hukum yang berlaku dalam masyarakat. sistem hukum ini
dipahamkan sebagai kaidah yang telah diakui, ditaati masyarakat, dan telah
diperkuat oleh Negara.
v
Wewenang
resmi dan tidak resmi
Wewenang yang berlaku dalam kelompok-kelompok kecil
disebut wewenang tidak resmi karena bersifat spontan, situasional, dan factor
saling kenal. Contohnya pada cirri seorang ayah dalam fungsinya sebagai kepala
rumah tangga atau pada diri seorang yang sedang mengajar di kelas.
Wewenang resmi sifatnya sistematis, diperhitungkan dan
rasional. Biasanya wewenang ini dapat dijumpai pada kelompok-kelompok besar
yang memerlukan aturan-aturan tata tertib yang tegas dan bersifat tetap.
v
Wewenang
pribadi dan territorial
Wewenang pribadi sangat tergantung pada solidaritas
antara anggota-anggota kelompok, dan unsur kebersamaannya sangat berperan
penting. Para individu dianggap lebih banyak memiliki kewajiban ketimbang hak.
Struktur wewenang bersifat konsentris, yaitu dari satu titik pusat lalu meluas
melalui lingkaran-lingkaran wewenang.
Wewenang territorial, yang berperan penting yaitu
tempat tinggal. Pada kelompok teroterial unsure kebersamaan cendrung berkurang,
karena desakan factor-faktor individualisme. Wewenang pribadi dan territorial
sangat berbeda namun dalam kenyataan keduanya berdampingan.
v
Wewenang
terbatas dan menyeluruh
Wewenang
terbatas merupakan wewenang yang tidak mencangkup semua sector dalam bidang
kehidupan, namun terbatas pada salah satu sector bidang. Contohnya, seorang
mentri dalam negri tidak mempunyai wewenang untuk mencampuri urusan yang yang
menjadi urusan wewenang mentri luar negri.
Wewenang
meenyeluruh berarti suatu wewenang yang tidak dibatasi oleh bidang-bidang kehidupan
tertentu. Contohnya, bahwa setiap Negara mempunyai wewenang yang menyeluruh
atau mutlak untuk mempertahankan kedaulatan wilayahnya.
3.
Kepemimpinan
Definisi kepemimpinan, diantaranya :
1. Kepemimpinan adalah perilaku seseorang individu ketika
ia mengarahkan aktivitas sebuah kelompok menuju suatu tujuan bersama.
2. Kepemimpinan adalah pengawalan dan pemeliharaan suatu
struktur dalam harapan dan interaksi.
3. Kepemimpinan adalah pengaruh antar
pribadi yang dilaksanakan dan diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah
pencapaian tujuan atau tujuan-tujuan tertentu.
3.1 Perkembangan kepemimpinan dan sifat-sifat seorang
pemimpin
Kepemimpinan
merupakan hasil organisasi social yang telah terbentuk atau sebagai hasil
dinamika interaksi social. Sejak mulai terbantuknya suatu kelompok social,
seseorang atau beberapa orang diantara yang lainnya melakukan peranan yang
sangat aktif, sehingga orang itu dipercaya memimpin kelompok itu. Maka munculah
istilah kepemimpinan.
Munculnya
seorang pemimpin merupakan hasil dari suatu proses dinamis yang sesuai dengan
kebutuhan-kebutuhan kelompok . Sifat-sifat yang diisyaratkan bagi seorang
pemimpin tidaklah sama pada setiap masyarakat. di kalangan masyarakat
Indonesia, sifat-sifat yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin, antara lain
dapat ditemukan dalam warisan tradisional Indonesia, misalnya “Asta Brata” yang
merupakan kumpulan seloka dalam Ramayana, yang memuat ajaran Sri Rama kepada
Brahata, yaitu yaitu adiknya dari lain ibu.
Menurut Asta
Brata, pada diri seorang raja terkumpul sifat-sifat dari delapan Dewa yang
masing-masing mempunyai kepribadian sendiri. Kedelapan sifat dan kepribadian
itulah yang harus dijalankan oleh seorang raja (pemimpin) yang baik. Asta Brata
terdiri dari sepuluh seloka, dimana seloka yang pertama dan yang ke dua, berisi
:
1.
Bahwa Asta Brata merupakan suatu keseluruhan yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
2.
Asta Brata memberin kepastian bahwa seorang pemimpin yang menjalankannya akan
mempunyai kekuasaan dan kewibawaan sehingga akan dapat menggerakan bawahannya.
Keadaan demikian dapat menghindari terjadinya krisis kepemimpinan. Krisis
kepemimpinan akan terjadi apabila pemimpin tidak berani mengambil keputusan,
bertindak, dan tidak jujur.
Menurut Asta
Brata, kepemimpinan yang akan berhasil, harus memenuhi syarat-syarat, yaitu :
1.
Indra-brata, yang member kesenangan dalam jasmani.
2.
Yama-brata, yang menunjuk pada keahlian dan kepastian hukum.
3.
Surya-brata, yang menggerakan bawahan dengan mengajak mereka untuk bekerja persuasiaon.
4.
Caci-brata, yang memberi kesenangan
rohaniyah.
5.
Bayu-brata, yang menunjukan keteguhan kepemimpinan dan rasa tidak segan-segan
yang turut merasakan kesukaran pengikutnya.
6.
Dhana-brata, menjukan pada suatu sikap yang patut dihormati.
7. Paca-brata,
yang menunjukan kelabihan di dalam ilmu pengetahuan, kepandaian, dan
ketermpilan.
8.
Agni-brata, yaitu sifat memberikan semangat pada anak buah.
3.2 Kepemimpinan
menurut ajaran tradisional
Ajaran-ajaran
tradisional seperti di jawa, menggambarkan seorang pemimpin, yaitu sebagai
berikut :
1.
Menurut watak dan kecakapannya, seorang pemimpin dapat dikatakan sebagai
pemimpin di depan, di tengah, dan di belakang (front leader, social leader,
dan rear leader).
2.
Seorang pamimpin di depan (front leader) harus memiliki idealisme yang
kuat, kedudukan, serta harus dapat menjelaskan cita-citanya kepada masyarakat
dengan sejelas mungkin sehingga tujuan yang hendak dicapai dapat terlaksan
dengan baik.
3.
Pemimpin di tengah, harus selalu mengamati masyarakat, serta dapat merasakan
suka-duka yang dialami masyarakat sehingga suatu sistem yang kurang diminati
masyarakat dapat dirubah.
4.
Pemimpin di belakang, harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti perkembangan
masyarakat. Dia berkewajiban untuk menjaga agar perkembangan masyarakat tidak
menyimpang dari norma-norma dan nilai-nilai yang telah berlaku di masyarakat.
3.3 Sandaran-sandaran kepemimpinan dan kepemimpinan yang
dianggap efektif
Kepemimpinan
seseorang (pemimpin) harus mempunyai sandaran-sandaran kemasyarakatan atau social
basis. Pertama-tama kepemimpinan erat hubungannya dengan susunan
masyarakat. kekuatan kepemimpinan juga ditentukan oleh suatu lapangan kehidupan
masyarakat yang pada suatu saat mendapat perhatian khusus dari masyarakat yang
disebut cultural focus. cultural focus dapat berpindah-pindah,
misalnya saat ini di lapangan politik, kemudian berpalih pada lapangan politik,
dan seterusnya. Maka si pemimpin pun harus mampu mengalihkan titik berat
kepemimpinannya pada cultural focus yang baru.
3.4 Tugas seorang pemimpin
Secara sosiologis, tugas-tugas pokok
seorang pemimpin adalah :
1.
Memberikan suatu kerangka pokok yang jelas yang dapat dijadikan pegangan bagi
pengikut-pengikutnya. Dengan adanya kerangka pokok, maka dapat disusun suatu
sekala prioritas mengenai keputusan yang perlu diambil untuk menangani
masalah-masalah yang dihadapi.
2.
Mengawasi, mengendalikan, serta menyalurkan perilaku warga masyarakat yang
dipimpinnya.
3.
Bertindak sebagai wakil kelompok kepada dunia di luar kelompok yang dipimpin.
3.5 Metode kepemimpinan
Suatu kepemimpinan (leadership) dapat
dilaksanakan dengan berbagai cara (metode). Metode itu dikelompokan menjadi :
v
Metode
otoriter, yang cirri-cirinya adalah :
1.
Pemimpin menentukan segala kegiatan kelompok secara sepihak.
2.
Pengikut sama sekali tidak diajak untuk ikut serta merumuskan tujuan kelompok
dan cara-cara untuk mencapai tujuan.
3.
Pemimpin terpisah dari kelompok dan seakan-akan tidak ikut dalam proses
interaksi di dalam kelompok tersebut.
v
Metode
demokratis, yang cirri-cirinya adalah :
1. Secara
musyawarah dan mufakat pemimpin mengajak warga atau kelompok untuk ikut serta merumuskan tujuan-tujuan
yang harus dicapai kelompok, serta cara-cara untuk mencapai tujuan.
2.
Pemimpin secara aktif memberikan saran dan petunjuk-petunjuk.
3.
Ada kritik positif, baik dari pemimpin maupun kelompok-kelompok.
4.
Pemimpin secara aktif ikut berpartisipasi dalam kegiatan kelompok.
v
Metode
bebas, yang ciri-cirinya :
1.
Pemimpin menjalankan perannya secara pasif.
2.
Penentuan tujuan yang akan dicapai kelompok sepenuhnya diserahkan kepada
kelompok.
3.
Pemimpin berada di tengah-tengah kelompok, namun dia hanya berperan sebagai
penonton.
[1] Selo Soemardjan dan Soelaeman soemardi. Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta:
Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi. 1964. Hlm 337